JENIS-JENIS DAN PENYEBAB CAMPUR KODE
BAHASA JAWA BANYUMASAN DALAM PERISTIWA TUTUR
PRESENTASI PEMBUATAN EKO ENZIM DAN BETERNAK MUGOT
PENDAHULUAN
Campur kode terjadi bermula dari
penggunaan bahasa. Filsuf Aristoteles (dalam Saddhono, 2009: 13) menyatakan
bahwa bahasa adalah sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya. Adapun Oka dan Suparno (1994: 104) menyebutkan bahwa bahasa itu
merupakan tingkah laku manusia yang sekaligus juga merupakan kebiasaan manusia.
Pendapat tentang pengertian “bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer
yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”, juga dikemukakan oleh Achmad dan
Abdullah (2012: 3).
Selain itu, Chaer dan Agustina (2010:11)
mengemukakan bahwa bahasa adalah sebuah system. Artinya bahasa itu dibentuk
oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Agak
berbeda dengan pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat Bloomfield, yang
menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem
lambang berubah bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai
oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi
(dalam Sumarsono dan Partana, 2004: 18).
Lantas, kapan campur kode muncul? Campur
kode terjadi ketika ada penggunaan dua bahasa atau lebih yang terdapat pada
sebuah tuturan saat si penutur sedang berkomunikasi. Di dalam campur kode ini
si penutur banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerah, bahasa Inggris,
atau bahasa yang lain. Akibatnya, akan muncul ragam bahasa Indonesia yang
kejawa-jawaan ataupun bahasa Indonesia yang keinggris-inggrisan. Misalnya,
dalam sebuah situasi seorang penutur bahasa mencampurkan kode bahasa Indonesia
dengan bahasa Inggris seperti, “aku love you forever” yang artinya aku sayang
kamu selamanya. Kalimat tersebut biasa digunakan oleh masyarakat milenial saat
ini dengan menggunakan gabungan atau menyisipkan kata dengan dua bahasa
sekaligus dalam berkomunikasi. Lebih jelasnya lagi, berikut contoh penggunaan
campur kode.
Berdasarkan hal tersebut Agustinuraida (2017:
66) menuliskan definisi campur kode menurut Nababan sebagai penggunaan lebih
dari satu bahasa atau kode dalam suatu wacana menurut pola-pola yang masih
belum jelas. Campur kode terjadi
ketika seseorang penutur
bahasa, misalnya bahasa Indonesia
memasukan unsur-unsur bahasa daerahnya ke
dalam pembicaraannya. Khoiriyah, Ristiyani, dan Kanzunnuddin (2021:
106-107) menyebutkan pendapat Aslinda dan Shafyahya yang menuliskan bahwa
campur kode terjadi apabila seseorang berbicara dengan kode utama
bahasa Indonesia memiliki keotonomiannya
sedangkan kode bahasa
daerah yang terlibat dalam kode utama merupakan
serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau
keotonomian sebagai sebuah
kode.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif. Sujana (2010:52) mengemukakan bahwa masalah penelitian
yang tepat dikaji melalui metode deskripsi biasanya berkenaan dengan kondisi,
proses, karakteristik, hasil dari suatu variabel. Adapun perihal sumber data
penelitian Arikunto (2002:107) mengemukakan bahwa sumber data adalah subjek
dari mana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah dua penutur
berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan yang berbicara menggunakan Bahasa
Indonesia.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Teknik
Studi Pustaka. Teknik ini dilakukan untuk melengkapi pemahaman dan pengetahuan
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Observasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh
informasi langsung ke lapangan yang akan dilakukan penelitian kepada objek yang
akan di teliti. Observasi dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik,
yaitu sebagai berikut.
a. Teknik
Simak Libat Cakap Kegiatan dalam teknik simak libat sikap cakap yang dilakukan
pertama adalah berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak pembicaraan. Jadi,
peneliti terlibat langsung dalam dialog (Sudaryanto 2015:203).
b. Teknik
Rekam. Teknik rekam tidak perlu ditegaskan ulang karena pelaksanaan merekam itu
sudah tentu harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu kewajaran
proses kegiatan pertuturan yang sedang terjadi sehingga dalam praktiknaya,
kegiatan merekam itu atau setidaktidaknya tujuan khusus yang sebenarnya
tindakan merekam itu cenderung selalu dilakukan tanpa sepengetahuan penutur
sumber data atau pembicara atau orang yang ngomong (Sudaryanto 2014:205).
c. Teknik
Dokumentasi. Teknik ini digunakan dalam rangka memperoleh data tertulis
mengenai proses komunikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan
wujud dan faktor-faktor penyebab penggunaan campur kode dalam objek peristiwa tutur orang yang
berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan. Berikut paparan hasil penelitian.
Jenis Campur Kode
Hasil penelitian yang dikemukakan merupakan
objek peristiwa tutur yang dilakukan oleh orang yang
berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan saat bertutur menggunakan bahasa Indonesia. Campur kode yang ditemukan, yaitu penyisipan kata, penyisipan frasa, campur kode berupa klausa, campur
kode berupa idiom atau ungkapan dan campur
kode berupa pengulangan kata. Hal ini sesuai dengan pendapat Jendra (dalam
Suandi, 2014: 141) yang dikutip oleh Amriyani dan Isnaini (2021: 96) yang mengklasifikasikan
campur kode berdasarkan tingkat kebahasaan yaitu campur kode pada tataran klausa,
campur kode pada tataran frasa, dan campur kode pada tataran kata.
Campur Kode Berupa Penyisipan Kata
Berikut merupakan peristiwa
tutur yang menggunakan campur kode ke dalam berupa penyisipan
kata pada proses pembicaraan orang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan
tersebut.
O = Oktavia
H = Hanifah
Data (1)
(1) O: Bu Hanifah pensiun sekarang sibuk napa?
(2) H: Ben ora linglung, enyong mengisi waktune
buat bank sampah. Lha gemiyen guru, sekarang jadi pegawai bank,
tapi banknya bank sampah.
(3) H: Sampah organik bangsane
dus …
(4) H: Misalnya Oktavia kecipratan
air atau minyak panas, lalu diolesi eko enzim mengko tidak jadi melepuh.
Tuturan (1) pada data (1), menunjukkan penutur Oktavia menyisipkan kata bahasa
Jawa Banyumasan ke dalam kalimat bahasa Indonesia, yaitu kata “napa” yang artinya “apa‟. Kemudian pada tuturan (2), Hanifah menggunakan campur kode berupa penyisipan kata, yaitu “wektune” yang
artinya “waktunya‟ dan kata “Lha gemiyen” yang artinya “La dulu”. Pada tuturan (3) dan ($) Hanifah menyisipkan kata “bangsane” yang
berarti “seperti” dan kata “kecipratan” yang berarti “terkena” dan kata
“mengko” artinya “nanti”. Peristiwa campur kode tersebut merupakan campur kode ke dalam
berupa penyisipan kata.
Campur Kode Berupa Frasa
Data (2) berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam yaitu bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan berupa penyisipan frasa.
Data (2)
(1)
H: Eko enzim ini gunanya
banyak, bisa nggoh semprot-semprot kayak disinfektan.
(2) H: Baunya segar kayak banyu tape.
Dalam peristiwa tutur pada data (2), terdapat campur kode bahasa Indonesia
ke dalam bahasa Jawa Banyumasan berupa frasa keterangan pada kutipan “bisa nggoh semprot-semprot kayak
disinfektan.” yang artinya “bisa
untuk menyemprot seperti disinfektan” dan “kayak banyu tape” artinya “seperti air tape”. Peristiwa campur kode
tersebut merupakan peristiwa campur kode ke dalam, yaitu bahasa Indonesia ke
bahasa Jawa Banyumasan berupa frasa.
Campur Kode Berupa Klausa
Data (3)
berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke
dalam berupa klausa, yaitu bahasa
Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan.
Data (3)
(1) H: Awake dhewek kepengin sing bau khas,
misalnya bau kopi.
(2) H: Gigi sing padha krowok linu-linu
dilumuri itu.
(3) H: Semua buah bisa jadi bahan, kecuali sing
garing kayak salak kuwe ora kena.
(4) H: Duren juga tidak bisa, kayak duren goleh
nyajagi kangelen
(5) H: Ayo, segera gawe nang omah.
Pada tuturan (1-5) Hanifah menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan. Objek tutur menggunakan campur kode berupa klausa pada tuturan (1), yaitu “Awake dhewek kepengin sing” yang artinya “Kita sendiri ingin yang”. Lalu tuturan (2) “sing padha krowok linu-linu” artinya yang berlubang terasa linu”, pada tuturan (3) “sing garing kayak salak kuwe ora kena” artinya “yang kering seperti salak tidak bisa”, tuturan (4) “duren goleh nyajagi kangelen” artinya durian mencacahnya sulit”, lalu tuturan (5) “ gawe nang omah” artinya “membuat di rumah”. Peristiwa campur kode tersebut merupakan peristiwa campur kode ke dalam, yaitu bahasa Indonesia ke bahasa Jawa Banyumasan berupa klausa.
Campur Kode Berupa Idiom atau Ungkapan
Berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam berupa idiom atau ungkapan dalam bahasa Indonesia.
Data (4)
(1) H: Sini main ke rumahku tak oleh-olehi
ini. (diberi bingkisan)
(2) H: Magot itu apa? Itu belatung, Bu. Waduh, aku njungkit.
(berjingkat, kaget)
(3) H: Misalnya Pak Edi setor jlantah dan
nasi aking. Semua dicatat di buku besar. (jlantah=minyak goreng bekas,
aking=nasi kering)
Pada peristiwa tutur (data 4) tersebut terdapat beberapa ungkapan, seperti pada tuturan (1) yaitu tak oleh-olehi yang artinya “diberi bingkisan‟, tuturan (2) yaitu njungkit yang artinya “berjingkat, kaget”, tuturan (3) yaitu jlantah yang artinya “minyak goring bekas ‟, dan aking yang artinya “nasi kering‟. Ungkapan tersebut digunakan sebagai contoh dari idiom. Peristiwa campur kode tersebut merupakan campur kode ke dalam yaitu ungkapan dalam bahasa Indonesia.
Campur Kode berupa Pengulangan Kata
Berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam berupa pengulangan kata.
Data (6)
(1)
H: Diwadahi plastik lalu ditindihkan di punggung. Nanti akan terasa
cethut-cethut gitu di punggung.
(2)
H: Kalau detoks direndam kaki, ada yang merasakan ada kayak setrum-setrum
gitu, cekut-cekut gitu.
(3)
H: Mau-maune aku ya bingung.
(4) H: Terus ada undangan seminar budidaya magot. Saya lansung daftar dengan senang hati ora usah taren-taren. (tidak usah tawar-menawar)
Pada peristiwa tutur (data 6) terdapat campur kode pada tuturan (1-4), yaitu cethut-cethut yang artinya “rasa pegal‟ dan cekut-cekut yang artinya “rasa pegal‟, Mau-maune artinya
“semula”, taren-taren artinya “tawar-menawar”. Peristiwa tutur di atas merupakan campur kode ke dalam, yaitu
peng- gunaan bahasa bahasa Jawa
Banyumasan ke dalam bahasa Indonesia
berupa kata ulang.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa campur kode yang terjadi
dalam peristiwa tutur orang yang berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan yaitu: (1) campur kode penyisipan kata, (2) campur kode penyisipan frase, (3) campur
kode penyisipan klausa, (4) campur kode penyisipan pengulangan kata, dan (5) campur kode penyisipan ungkapan
atau idiom.
Faktor Penyebab Penggunaan Campur Kode
Penggunaan campur kode dalam peristiwa tutur
orang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor penyebab terjadinya campur
kode yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu: (1) keterbatasan penggunaan kode atau istilah yang
populer, (2) penjelasan sesuatu, dan
(3) menunjukkan keakraban.
Perubahan Situasi
Dalam situasi berdialog dengan orang berbahasa
ibu Bahasa Jawa Banyumasan terlihat serius dan santai. Perubahan
situasi serius ke santai atau santai ke serius akan memengaruhi penggunaan
campur kode pada saat objek tutur berbahasa.
Data (7)
H: Itu untuk detok wajah, skin care. Kuwe
Oktavia aja bangga karena kuwe dari minyak belatung.
Peristiwa
tutur (data 7), awalnya Hanifah memberikan penjelasan dengan
bahasa Indonesia, kemudian guru
mencampur ke dalam bahasa Jawa Banyumasan pada saat mengingatkan secara
ringan agar Oktavia jangan berbangga diri karena sudah memakai skin care atau detoks
wajah karena itu terbuat dari minyak belatung. Peristiwa di atas merupakan peristiwa campur kode dari bahasa
Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang
disebabkan oleh faktor berubahnya situasi.
Penjelasan Sesuatu
Penggunaan campur kode juga disebabkan karena terbatasnya kosakata
yang dimiliki oleh siswa
sehingga guru menggunakan campur kode untuk mempermudah siswa dalam memahami
materi yang sulit dijelaskan dalam bahasa Indonesia. Terbatasnya kosakata siswa dikarenakan
siswa terbiasa menggunakan bahasa Jawa Banyumasan dalam kesehariannya. Penggunaan campur kode juga untuk
menjelaskan materi yang sulit dideskripsikan dalam bahasa Indonesia.
Pada saat membahas
mengenai budaya Banyumasan, guru lebih mudah menjelaskan menggunakan bahasa Jawa Banyumasan yang mudah dipahami
oleh siswa. Guru menggnakan bahasa Jawa Banyumasan yang mudah dimengerti oleh siswa untuk mengganti kata-kata yang sulit
diungkapkan menggunakan bahasa Indonesia.
Data (8)
H: Kuwe jenenge Bank Sampak Omah Resik. Tujuane
ben omahe resi, ora nana sampahe maning.
Peristiwa
tutur pada data (8) tersebut,
menujukkan penutur Hanifah menggunakan bahasa Indonesia menjelaskan maksud nama Bank Sampah yang
didirikannya yaitu Bank Sampah Omah Resik
Keakraban
Data (9)
(1) H: Kepriwe kabare, Pak Edi?
(2) H: Kuwe Bu Oktavia yang
dari Rakit sregep ciblon nang Kali Kacangan
Data (9) merupakan peristiwa campur kode bahasa
Indonesia dengan bahasa Jawa Banyumasan yang terjadi dalam peristiwa tutur orang yang berbahasa
ibu Bahasa Jawa Banyumasan. Pada tuturan (1) penutur Hanifah menggunakan bahasa Jawa Banyumasan, yaitu Kepriwe kabare yang artinya “Bagaimana kabar Pak Edi”. Lalu pada tuturan (2) Hanifah menggunakan Bahasa Banyumas Kuwe Bu
Oktavia yang dari Rakit sregep ciblon nang Kali Kacangan artinya “Itu Bu
Oktavia yang dari Rakit rajing berenang di Sunga Kacangan”. Campur kode tersebut
memberi kesan keakraban antara para penutur. Campur kode tersebut digunakan untuk mengubah suasana obrolan
santai. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa campur kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang disebabkan oleh faktor untuk menjalin keakraban.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa pada proses
pembelajaran ba- hasa Indonesia
penggunaan campur kode disebabkan faktor (1) berubahnya situasi,
(2) untuk menjelaskan sesuatu, dan
(3) untuk menjalin sikap keakraban antara para
penutur.
Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa tuturan orang berbahasa ibu bahasa Jawa
Banyumasan yang menggunakan dua bahasa,
yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa Banyumasan
sering menggunakan campur kode. Berdasarkan
arahnya, campur kode yang muncul dalam tutursn
tersebut yaitu campur kode ke luar (outer code-mixing), ke dalam (inner code-mixing), dan campuran (hybrid code mixing).
Berdasarkan pemaparan data diketahui
bahwa penggunaan bahasa dalam tuturan orang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan dominan dipengaruhi oleh bahasa daerah. Hal tersebut disebabkan oleh
faktor lingkungan keluarga dan lingkungan tempat anak-anak itu bermain.
Munculnya
campur kode dalam sebuah peristiwa
tutur selalu memiliki faktor penyebab
tertentu. Seperti yang sudah
dikemukakan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini menemukantiga faktor penyebab, yaitu berubahnya situasi, penjelasan sesuatu
dan keakraban. Penelitian Nirmala (2013) menemukan
empat faktor penyebab
terjadinya alih kode dan campur kode, yaitu: (1) menciptakan
suasana humor, (2) menciptakan suasana santai, (3) menciptakan suasana akrab,
dan (4) penekanan suatu topik pembicaraan pada mitra tutur.
Penggunaan campur kode dalam tuturan orang
berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan saat menggunakan Bahasa Indonesia
disebabkan oleh penutur merupakan orang suku Jawa berdialek Banyumasan. Wardaugh (2006) mengemukakan bahwa ketika seseorang berbicara,
dia harus secara konstan
melakukan beberapa pertimbangan, seperti
dengan siapa dia berbicara, bagaimana
menyampaikannya, kalimat-kalimat, kata-kata dan intonasi yang seperti apa
yang harus dilakukan dan sebagainya.
PENUTUP/REKOMENDASI
Demikian pembahasan singkat tentang
penggunaan campur kode dalam komunikasi di kalangan masyarakat Indonesia saat
ini. Meskipun pengunaannya sudah sangat jamak, campur kode lebih tepat
digunakan dalam situasi informal, bukan dalam
situasi formal, sehingga penutur harus menghindari penggunaan campur
kode dalam situasi tersebut.
Remaja cenderung menganggap penggunaan
campur kode dapat meningkatkan status sosial, misalnya melakukan campur kode
antara bahasan Inggris dan Bahasa Indonesia membuat mereka diterima oleh
lingkungan sekitarnya, dan membuat mereka seolah terlihat lebih cerdas. Hal ini
tentu saja dapat menimbulkan kerancuan terhadap penggunaan bahasa Indonesia
yang baku, dampaknya akan kesulitan dalam membedakan bahasa Indonesia ragam
baku dan ragam tidak baku. Untuk mengatasi hal ini, direkomendasikan bahwa penguasaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar harus ditanamkan sejak dini sehingga
penutur memiliki fondasi yang kuat dalam menggunakan bahasa Indonesia. Pada
saat campur kode terjadi, penutur tidak akan melupakan kaidah penggunaan
bahasanya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad
dan Abdullah, 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung Gramedia.
Agustinuraida,
Ida. 2017. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas
Galuh Ciamis” dalam Jurnal Diksatrasia
Volume 1, Nomor 2, Agustus 2017.
Amriyah,
Nikfadatul dan Heri Isnaeni. 2021. “Campur Kode Sudjiwo Tedjo dalam Dialog
Interaktif” dalam Jurnal Disastra Volume 3, Nomor 1, Januari 2021.
Andro.
2020. “Campur Kode dalam Berbahasa dan Berkomunikasi” dalam https://smamuh5yk.sch.id/campur-kode-dalam-berbahasa-dan-berkomunikasi/ diakses tanggal 8 Juli 2023.
Arikunto,
Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Fathurrohman,
Helmi Rian, dkk. 2013. “Bentuk dan Fungsi Campur Kode dan Alih Kode pada Rubrik
“Ah… Tenane” dalam Harian Solopos”. BASASTRA Jurnal Penelitian
Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pengajaran. Volume, 2: No:1, hal 9-12.
Khoiriyyah,
Nidaul, Ristiyani dan Muhammad Khanzunnuddin. 2021. “Campur Kode dalam Novel
Biola Tak Berdawai” dalam Tabasa: Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia, dan
Pengajarannya Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2021.
Nirmala, V. 2013. “Alih Kode
dan Campur Kode Tuturan Tukul Arwana pada Acara Bukan
Empat Mata” dalam Jurnal Ranah, 2(2): 10–23.
Saddhono.
2009. Pengantar Teori Bahasa. Bandung: Gramedia.
S.S,
Yendra. 2016. Mengenal Ilmu Bahasa. Yogyakarta. Deepublish.
Weisenberg,
J. 2003. Code Mixing in America Language Sign Interpretation. Stoony
Brook.
Sudaryanto.
2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistic). Yogyakarta: Duta Wacana University Pres.
LAMPIRAN
File
rekaman video peristiwa tutur campur kode oleh penutur berbahasa ibu bahasa
Jawa Banyumasan dalam presentasi pembuatan eko enzim dan beternak mugot.