Senin, 10 Juli 2023

JENIS-JENIS DAN PENYEBAB CAMPUR KODE
BAHASA JAWA BANYUMASAN DALAM PERISTIWA TUTUR
PRESENTASI PEMBUATAN EKO ENZIM DAN BETERNAK MUGOT

 

PENDAHULUAN

Campur kode terjadi bermula dari penggunaan bahasa. Filsuf Aristoteles (dalam Saddhono, 2009: 13) menyatakan bahwa bahasa adalah sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Adapun Oka dan Suparno (1994: 104) menyebutkan bahwa bahasa itu merupakan tingkah laku manusia yang sekaligus juga merupakan kebiasaan manusia. Pendapat tentang pengertian “bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”, juga dikemukakan oleh Achmad dan Abdullah (2012: 3).

Selain itu, Chaer dan Agustina (2010:11) mengemukakan bahwa bahasa adalah sebuah system. Artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Agak berbeda dengan pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat Bloomfield, yang menyebutkan bahwa bahasa adalah  sistem lambang berubah bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi (dalam Sumarsono dan Partana, 2004: 18).

Lantas, kapan campur kode muncul? Campur kode terjadi ketika ada penggunaan dua bahasa atau lebih yang terdapat pada sebuah tuturan saat si penutur sedang berkomunikasi. Di dalam campur kode ini si penutur banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerah, bahasa Inggris, atau bahasa yang lain. Akibatnya, akan muncul ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan ataupun bahasa Indonesia yang keinggris-inggrisan. Misalnya, dalam sebuah situasi seorang penutur bahasa mencampurkan kode bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris seperti, “aku love you forever” yang artinya aku sayang kamu selamanya. Kalimat tersebut biasa digunakan oleh masyarakat milenial saat ini dengan menggunakan gabungan atau menyisipkan kata dengan dua bahasa sekaligus dalam berkomunikasi. Lebih jelasnya lagi, berikut contoh penggunaan campur kode.

Berdasarkan hal tersebut Agustinuraida (2017: 66) menuliskan definisi campur kode menurut Nababan sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam suatu wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas. Campur   kode   terjadi   ketika   seseorang   penutur   bahasa, misalnya    bahasa    Indonesia    memasukan    unsur-unsur    bahasa daerahnya  ke  dalam  pembicaraannya.  Khoiriyah, Ristiyani, dan Kanzunnuddin (2021: 106-107) menyebutkan pendapat Aslinda dan Shafyahya yang menuliskan bahwa campur kode  terjadi  apabila seseorang berbicara dengan kode utama bahasa Indonesia memiliki keotonomiannya   sedangkan   kode   bahasa   daerah   yang   terlibat dalam kode utama merupakan serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau  keotonomian  sebagai  sebuah  kode.

 METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Sujana (2010:52) mengemukakan bahwa masalah penelitian yang tepat dikaji melalui metode deskripsi biasanya berkenaan dengan kondisi, proses, karakteristik, hasil dari suatu variabel. Adapun perihal sumber data penelitian Arikunto (2002:107) mengemukakan bahwa sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah dua penutur berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan yang berbicara menggunakan Bahasa Indonesia.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1.  Teknik Studi Pustaka. Teknik ini dilakukan untuk melengkapi pemahaman dan pengetahuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

2.  Observasi.  Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi langsung ke lapangan yang akan dilakukan penelitian kepada objek yang akan di teliti. Observasi dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik, yaitu sebagai berikut.

a.  Teknik Simak Libat Cakap Kegiatan dalam teknik simak libat sikap cakap yang dilakukan pertama adalah berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak pembicaraan. Jadi, peneliti terlibat langsung dalam dialog (Sudaryanto 2015:203).

b.  Teknik Rekam. Teknik rekam tidak perlu ditegaskan ulang karena pelaksanaan merekam itu sudah tentu harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu kewajaran proses kegiatan pertuturan yang sedang terjadi sehingga dalam praktiknaya, kegiatan merekam itu atau setidaktidaknya tujuan khusus yang sebenarnya tindakan merekam itu cenderung selalu dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data atau pembicara atau orang yang ngomong (Sudaryanto 2014:205).

c.   Teknik Dokumentasi. Teknik ini digunakan dalam rangka memperoleh data tertulis mengenai proses komunikasi.

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan wujud dan faktor-faktor penyebab penggunaan campur kode dalam objek peristiwa tutur orang yang berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan. Berikut paparan hasil penelitian.

 Jenis Campur Kode

Hasil penelitian yang dikemukakan merupakan objek peristiwa tutur yang dilakukan oleh orang yang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan saat bertutur menggunakan bahasa Indonesia. Campur kode yang ditemukan, yaitu penyisipan kata, penyisipan frasa, campur kode berupa klausa, campur kode berupa idiom atau ungkapan dan campur kode berupa pengulangan kata. Hal ini sesuai dengan pendapat Jendra (dalam Suandi, 2014: 141) yang dikutip oleh Amriyani dan Isnaini (2021: 96) yang mengklasifikasikan campur kode berdasarkan tingkat kebahasaan yaitu campur kode pada tataran klausa, campur kode pada tataran frasa, dan campur kode pada tataran kata.

 Campur Kode Berupa Penyisipan Kata

Berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam berupa penyisipan kata pada proses pembicaraan orang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan tersebut.

O = Oktavia

H = Hanifah

Data (1)

(1)   O: Bu Hanifah pensiun sekarang sibuk napa?

(2)   H: Ben ora linglung, enyong mengisi waktune buat bank sampah. Lha gemiyen guru, sekarang jadi pegawai bank, tapi banknya bank sampah.

(3)   H: Sampah organik bangsane dus …

(4)   H: Misalnya Oktavia kecipratan air atau minyak panas, lalu diolesi eko enzim mengko tidak jadi melepuh.

 

Tuturan (1) pada data (1), menunjukkan penutur Oktavia menyisipkan kata bahasa Jawa Banyumasan ke dalam kalimat bahasa Indonesia, yaitu kata “napa” yang artinya apa‟. Kemudian pada tuturan (2), Hanifah menggunakan campur kode berupa penyisipan kata, yaitu “wektune” yang artinya “waktunya‟ dan kata “Lha gemiyen” yang artinya La dulu”. Pada tuturan (3) dan ($) Hanifah menyisipkan kata “bangsane” yang berarti “seperti” dan kata “kecipratan” yang berarti “terkena” dan kata “mengko” artinya “nanti”. Peristiwa campur kode tersebut merupakan campur kode ke dalam berupa penyisipan kata.

 Campur Kode Berupa Frasa

Data (2) berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam yaitu bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa  Banyumasan berupa penyisipan frasa.

Data (2)

(1)   H: Eko enzim ini gunanya banyak, bisa nggoh semprot-semprot kayak disinfektan.

(2)   H: Baunya segar kayak banyu tape.

 

Dalam peristiwa tutur pada data (2), terdapat campur kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan berupa frasa keterangan pada kutipan “bisa nggoh semprot-semprot kayak disinfektan.” yang artinya “bisa untuk menyemprot seperti disinfektan” dan “kayak banyu tape” artinya “seperti air tape”. Peristiwa campur kode tersebut merupakan peristiwa campur kode ke dalam, yaitu bahasa Indonesia ke bahasa Jawa Banyumasan berupa frasa.

Campur Kode Berupa Klausa

 

Data (3) berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam berupa klausa, yaitu bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan.

Data (3)

(1)   H: Awake dhewek kepengin sing bau khas, misalnya bau kopi.

(2)   H: Gigi sing padha krowok linu-linu dilumuri itu.

(3)   H: Semua buah bisa jadi bahan, kecuali sing garing kayak salak kuwe ora kena.

(4)   H: Duren juga tidak bisa, kayak duren goleh nyajagi kangelen

(5)   H: Ayo, segera gawe nang omah.

 

Pada tuturan (1-5) Hanifah menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan. Objek tutur menggunakan campur kode berupa klausa pada tuturan (1), yaitu Awake dhewek kepengin sing yang artinya “Kita sendiri ingin yang”. Lalu tuturan (2) “sing padha krowok linu-linu” artinya yang berlubang terasa linu”, pada tuturan (3) “sing garing kayak salak kuwe ora kena” artinya “yang kering seperti salak tidak bisa”, tuturan (4) “duren goleh nyajagi kangelen” artinya durian mencacahnya sulit”, lalu tuturan (5) “ gawe nang omah” artinya “membuat di rumah”. Peristiwa campur kode tersebut merupakan peristiwa campur kode ke dalam, yaitu bahasa Indonesia ke bahasa Jawa Banyumasan berupa klausa.

Campur Kode Berupa Idiom atau Ungkapan


Berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam berupa idiom atau ungkapan dalam bahasa Indonesia.

Data (4)

(1)   H: Sini main ke rumahku tak oleh-olehi ini. (diberi bingkisan)

(2)   H: Magot itu apa? Itu belatung, Bu. Waduh, aku njungkit. (berjingkat, kaget)

(3)   H: Misalnya Pak Edi setor jlantah dan nasi aking. Semua dicatat di buku besar. (jlantah=minyak goreng bekas, aking=nasi kering)

 

Pada peristiwa tutur (data 4) tersebut terdapat beberapa ungkapan, seperti pada tuturan (1) yaitu tak oleh-olehi yang artinya “diberi bingkisan‟, tuturan (2) yaitu njungkit yang artinya “berjingkat, kaget”, tuturan (3) yaitu jlantah yang artinya “minyak goring bekas ‟, dan aking yang artinya “nasi kering‟. Ungkapan tersebut digunakan sebagai contoh dari idiom. Peristiwa campur kode tersebut merupakan campur kode ke dalam yaitu ungkapan dalam bahasa Indonesia.

Campur Kode berupa Pengulangan Kata

 

Berikut merupakan peristiwa tutur yang menggunakan campur kode ke dalam berupa pengulangan kata.

Data (6)

(1)   H: Diwadahi plastik lalu ditindihkan di punggung. Nanti akan terasa cethut-cethut gitu di punggung.

(2)   H: Kalau detoks direndam kaki, ada yang merasakan ada kayak setrum-setrum gitu, cekut-cekut gitu.

(3)   H: Mau-maune aku ya bingung.

(4)   H: Terus ada undangan seminar budidaya magot. Saya lansung daftar dengan senang hati ora usah taren-taren. (tidak usah tawar-menawar)


Pada peristiwa tutur (data 6) terdapat  campur kode pada tuturan (1-4), yaitu cethut-cethut yang artinya “rasa pegal‟ dan cekut-cekut yang artinya “rasa pegalMau-maune artinya “semula”, taren-taren artinya “tawar-menawar”. Peristiwa tutur di atas merupakan campur kode ke dalam, yaitu peng- gunaan bahasa bahasa Jawa Banyumasan ke dalam bahasa Indonesia berupa kata ulang.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa campur kode yang terjadi dalam peristiwa tutur orang yang berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan yaitu: (1) campur kode penyisipan kata, (2) campur kode penyisipan frase, (3) campur kode penyisipan klausa, (4) campur kode penyisipan pengulangan kata, dan (5) campur kode penyisipan ungkapan atau idiom.

 

Faktor Penyebab Penggunaan Campur Kode

Penggunaan campur kode dalam peristiwa tutur orang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor penyebab terjadinya campur kode yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu: (1) keterbatasan penggunaan kode atau istilah yang populer, (2) penjelasan sesuatu, dan (3) menunjukkan keakraban.

 

Perubahan Situasi

Dalam situasi berdialog dengan orang berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan terlihat serius dan santai. Perubahan situasi serius ke santai atau santai ke serius akan memengaruhi penggunaan campur kode pada saat objek tutur berbahasa.

 

Data (7)

H: Itu untuk detok wajah, skin care. Kuwe Oktavia aja bangga karena kuwe dari minyak belatung.


Peristiwa tutur (data 7), awalnya Hanifah memberikan penjelasan dengan bahasa Indonesia, kemudian guru mencampur ke dalam bahasa Jawa Banyumasan pada saat mengingatkan secara ringan agar Oktavia jangan berbangga diri karena sudah memakai skin care atau detoks wajah karena itu terbuat dari minyak belatung. Peristiwa di atas merupakan peristiwa campur kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang disebabkan oleh faktor berubahnya situasi.

 

Penjelasan Sesuatu

Penggunaan campur kode juga disebabkan karena terbatasnya kosakata yang dimiliki oleh siswa sehingga guru menggunakan campur kode untuk mempermudah siswa dalam memahami materi yang sulit dijelaskan dalam bahasa Indonesia. Terbatasnya kosakata siswa dikarenakan siswa terbiasa menggunakan bahasa Jawa Banyumasan dalam kesehariannya. Penggunaan campur kode juga untuk menjelaskan materi yang sulit dideskripsikan dalam bahasa Indonesia.

Pada saat membahas mengenai budaya Banyumasan, guru lebih mudah menjelaskan menggunakan bahasa Jawa Banyumasan yang mudah dipahami oleh siswa. Guru menggnakan bahasa Jawa Banyumasan yang mudah dimengerti oleh siswa untuk mengganti kata-kata yang sulit diungkapkan menggunakan bahasa Indonesia.

 

Data (8)

H: Kuwe jenenge Bank Sampak Omah Resik. Tujuane ben omahe resi, ora nana sampahe maning.

 

Peristiwa tutur pada data (8) tersebut, menujukkan penutur Hanifah menggunakan bahasa Indonesia menjelaskan maksud nama Bank Sampah yang didirikannya yaitu Bank Sampah Omah Resik

 

Keakraban

 

Data (9)

(1)   H: Kepriwe kabare, Pak Edi?

(2)   H: Kuwe Bu Oktavia yang dari Rakit sregep ciblon nang Kali Kacangan

 

Data (9) merupakan peristiwa campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa Banyumasan yang terjadi dalam peristiwa tutur orang yang berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan. Pada tuturan (1) penutur Hanifah menggunakan bahasa Jawa Banyumasan, yaitu Kepriwe kabare yang artinya “Bagaimana kabar Pak Edi”. Lalu pada tuturan (2) Hanifah menggunakan Bahasa Banyumas Kuwe Bu Oktavia yang dari Rakit sregep ciblon nang Kali Kacangan artinya “Itu Bu Oktavia yang dari Rakit rajing berenang di Sunga Kacangan”. Campur kode tersebut memberi kesan keakraban antara para penutur. Campur kode tersebut digunakan untuk mengubah suasana obrolan santai. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa campur kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa Banyumasan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang disebabkan oleh faktor untuk menjalin keakraban.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa pada proses pembelajaran ba- hasa Indonesia penggunaan campur kode disebabkan faktor (1) berubahnya situasi, (2) untuk menjelaskan sesuatu, dan (3) untuk menjalin sikap keakraban antara para penutur.

 

Pembahasan

Setelah dilakukan penelitian diketahui   bahwa tuturan orang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan yang menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa Banyumasan sering menggunakan campur kode. Berdasarkan arahnya, campur kode yang muncul dalam tutursn tersebut yaitu campur kode ke luar (outer code-mixing), ke dalam (inner code-mixing), dan campuran  (hybrid code mixing).

Berdasarkan pemaparan data diketahui bahwa penggunaan bahasa dalam tuturan orang berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan dominan dipengaruhi oleh bahasa daerah. Hal tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan keluarga dan lingkungan tempat anak-anak itu bermain.

Munculnya campur kode dalam sebuah peristiwa tutur selalu memiliki faktor penyebab tertentu. Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini menemukantiga faktor penyebab, yaitu berubahnya situasi, penjelasan sesuatu dan keakraban. Penelitian Nirmala (2013) menemukan empat faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode, yaitu: (1) menciptakan suasana humor, (2) menciptakan suasana santai, (3) menciptakan suasana akrab, dan (4) penekanan suatu topik pembicaraan pada mitra tutur.

Penggunaan campur kode dalam tuturan orang berbahasa ibu Bahasa Jawa Banyumasan saat menggunakan Bahasa Indonesia disebabkan oleh penutur merupakan orang suku Jawa berdialek Banyumasan. Wardaugh (2006) mengemukakan bahwa ketika seseorang berbicara, dia harus secara konstan melakukan beberapa pertimbangan, seperti dengan siapa dia berbicara, bagaimana menyampaikannya, kalimat-kalimat, kata-kata dan intonasi yang seperti apa yang harus dilakukan dan sebagainya.

 

PENUTUP/REKOMENDASI

Demikian pembahasan singkat tentang penggunaan campur kode dalam komunikasi di kalangan masyarakat Indonesia saat ini. Meskipun pengunaannya sudah sangat jamak, campur kode lebih tepat digunakan dalam situasi informal, bukan dalam  situasi formal, sehingga penutur harus menghindari penggunaan campur kode dalam situasi tersebut.

Remaja cenderung menganggap penggunaan campur kode dapat meningkatkan status sosial, misalnya melakukan campur kode antara bahasan Inggris dan Bahasa Indonesia membuat mereka diterima oleh lingkungan sekitarnya, dan membuat mereka seolah terlihat lebih cerdas. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kerancuan terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baku, dampaknya akan kesulitan dalam membedakan bahasa Indonesia ragam baku dan ragam tidak baku. Untuk mengatasi hal ini, direkomendasikan bahwa penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus ditanamkan sejak dini sehingga penutur memiliki fondasi yang kuat dalam menggunakan bahasa Indonesia. Pada saat campur kode terjadi, penutur tidak akan melupakan kaidah penggunaan bahasanya sendiri.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Achmad dan Abdullah, 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung Gramedia.

Agustinuraida, Ida. 2017. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Tuturan  Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa  Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Galuh Ciamis” dalam Jurnal Diksatrasia  Volume 1, Nomor 2, Agustus 2017.

Amriyah, Nikfadatul dan Heri Isnaeni. 2021. “Campur Kode Sudjiwo Tedjo dalam Dialog Interaktif” dalam Jurnal Disastra Volume 3, Nomor 1, Januari 2021.

Andro. 2020. “Campur Kode dalam Berbahasa dan Berkomunikasi” dalam https://smamuh5yk.sch.id/campur-kode-dalam-berbahasa-dan-berkomunikasi/ diakses tanggal 8 Juli 2023.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Fathurrohman, Helmi Rian, dkk. 2013. “Bentuk dan Fungsi Campur Kode dan Alih Kode pada Rubrik “Ah… Tenane” dalam Harian Solopos”. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pengajaran. Volume, 2: No:1, hal 9-12.

Khoiriyyah, Nidaul, Ristiyani dan Muhammad Khanzunnuddin. 2021. “Campur Kode dalam Novel Biola Tak Berdawai” dalam Tabasa: Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pengajarannya Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2021.

Nirmala, V.  2013.  “Alih  Kode  dan  Campur  Kode Tuturan Tukul Arwana pada Acara Bukan Empat Mata” dalam Jurnal Ranah, 2(2): 10–23.

Saddhono. 2009. Pengantar Teori Bahasa. Bandung: Gramedia.

S.S, Yendra. 2016. Mengenal Ilmu Bahasa. Yogyakarta. Deepublish.

Weisenberg, J. 2003. Code Mixing in America Language Sign Interpretation. Stoony Brook.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistic). Yogyakarta: Duta Wacana University Pres.

 

 

LAMPIRAN

 

File rekaman video peristiwa tutur campur kode oleh penutur berbahasa ibu bahasa Jawa Banyumasan dalam presentasi pembuatan eko enzim dan beternak mugot.

Baca Selengkapnya